Menunggumu

Detak memang masih terasa
Napas memang masih mengudara
Tak ada yang berbeda
Hanya sebuah rasa

Lautan memang biru
Terkadang menjadi ungu
Menjadi tempat para penunggu
Yang memang sedang menunggu

Embusan angin pantai menerpa wajah
Lembut, lalu berubah arah
Kaki tetap terpaku
Tak benar-benar beranjak dari situ
Menunggu?
Ya, masih menunggu

Langit malam menyembunyikan mentari
Sang rembulan pun mengambil alih
Tak lupa menarik beberapa bintang untuk menemani
Malam itu mata tak kunjung beralih
Masih menatap lurus ke depan
Menunggu penuh harapan

Malam semakin larut
Angin semakin ribut
Dinginnya menusuk kulit
Tapi memang dasar tak tahu pahit
Tetap berdiri dengan tangan saling terkait

Hingga fajar mulai menampakkan diri
Sadar bahwa semalaman sendiri
Membodohi diri sendiri
Menyiksa diri sendiri

Harapan itu masih sama
Untuk sosok yang sama
Sosok pria yang namanya disimpan dalam dada

Matahari meninggi
Memaksa diri pergi
Mungkin kembali esok hari
Menunggu kembali

Kaki perlahan melangkah
Menjauh dari bibir pantai
Menginjak pasir dengan gumam rendah
"Kembali"

Matahari tepat di atas kepala
Tengah hari tepat di hari kesepuluh
Seorang pria menatap laut dengan debarannya
Dengan harap kepingan rasa akan kembali utuh

Senyum terpatri di wajahnya
Embusan angin menerpanya
Lembut, teringat sentuhannya
Tapi dimana dia?

Langit sudah berwarna jingga
Malam mengambil alih hari
Entah, debaran itu tetap ada
Namun dengan rasa gelisah

Perlahan air mata jauh
Entah, mungkin telah luntur
Rasanya mengabur
Takut dirinya memang sudah terkubur
"Terlambatkah?"

Kediri, 19 Februari 2020

Komentar

  1. Balasan
    1. Sebenarnya yang ingin saya sampaikan ini bukan tentang rindu. Ini tentang berpegang teguh pada pendirian (pilihan).
      Tapi, memaknai sebuah puisi itu tak ada yang salah.
      Terima kasih sudah berkomentar. 😊

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer