Penyelamat

Dia sudah pasrah. Dia pasrah jika harus pergi sekarang. Dia sudah tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Tidak ada kesempatan untuknya. Apapun pilihannya, dia akan tetap pergi. Dia tidak akan bisa bertahan lagi.

"Nak, kamu melamun?" tanya sang ayah.

"Tidak, Ayah. Aku hanya sedang berpikir saja. Ayah tidak usah khawatir," jawab Hyra.

"Percaya pada Ayah Hyra, kamu akan baik-baik saja. Kamu akan segera sembuh," tenang sang ayah.

"Aku sudah tidak punya harapan lagi, Ayah. Aku sudah sampai pada batasnya. Aku menyerah Ayah. Aku menyerah," ucap Hyra sambil terisak.

"Tenanglah, Nak. Semuanya akan baik-baik saja. Kau akan segera sembuh. Kau akan tetap hidup. Percaya pada Ayah. Kau anak yang baik. Pasti ada keajaiban untukmu, Nak," tenang sang ayah sambil memeluk Hyra erat.

Hari demi haripun berlalu. Dan kesehatan Hyra semakin memburuk. Jantungnya semakin melemah. Akan tetapi, pada hari itu muncul harapan untuk Hyra.

"Silakan duduk, Pak," ucap sang dokter.

"Ada apa dokter memanggil saya?" tanya sang ayah.

"Begini, Pak. Sekarang putri bapak mempunyai harapan. Ada jantung yang cocok dengan putri Bapak. Jadi, kita bisa melakukan operasi transplantasi jantung itu," jelas sang dokter.

"Benarkah?" tanya sang ayah tak percaya.

"Iya, akan tetapi, jantung ini berasal dari seseorang yang masih hidup. Dia meminta sendiri untuk mendonorkan jantungnya kepada putri Bapak," jelas sang dokter lagi.

"Apa?! Dari orang yang masih hidup? Apa dokter yakin akan mengambil jantung orang itu dan memberikannya kepada putri saya? Orang itu akan mati dokter," ucap sang ayah tak percaya.

"Awalnya saya juga menolak tawaran dari orang itu. Akan tetapi dia memaksa untuk mendonorkan jantungnya.

"Apa alasannya sampai dia memaksa untuk mendonorkan jantungnya?" tanya sang ayah.

"Kalau soal itu, saya tidak tahu, Pak. Kalau Bapak mau tahu alasannya, lebih baik Bapak tanyakan sendiri kepadanya. Karena, dia berpesan kepada saya untuk bertemu dengan Bapak besok pagi jam delapan di taman kota," jawab sang dokter.

"Bagaimana saya bisa menemuinya? Saya tidak tahu seperti apa wajahnya, Dokter," tanya sang ayah.

"Tenang saja, saya yang akan mengantar Bapak untuk bertemu dengannya. Kebetulan besok adalah hari Sabtu. Jadi, saya bisa nengantarkan Bapak untuk bertemu dengannya," ucap sang dokter.

"Baiklah, Dokter. Terimakasih Anda sudah mau repot-repot mengantarkan saya," ucap sang ayah.

"Iya, tidak masalah. Itu sudah tugas saya," ucap sang dokter sambil tersenyum.

"Kalau begitu, saya permisi dulu," pamit sang ayah.

"Iya, silakah," ucap sang dokter.

Setelah itu, sang ayah menuju kamar Hyra. Akan tetapi, ia tidak berniat untuk memberitahukan bahwa ada orang yang mau mendonorkan jantungnya untuk Hyra. Ia tidak mau terburu-buru memberi tahu Hyra tentang itu. Lagi pula ia juga ingin memastikan apa alasan orang itu mau mendonorkan jantungnya untuk Hyra. Apakah orang itu sudah bosan hidup? Itu yang dipikirkan oleh ayah Hyra.

Keesokan harinya, ayah Hyra bertemu dengan dokter Yuri di depan rumah sakit. Mereka akan sama-sama menemui orang yang bersedia mendonorkan jantungnya kepada Hyra.

"Kita berangkat, Dokter?" tanya sang ayah.

"Iya, mari kita berangkat," ucap sang dokter.

Mereka berdua berangkat menuju taman kota yang jaraknya dua puluh nenit dari rumah sakit. Mereka berangkat ke sana menggunakan mobil dokter Yuri karena ayah Hyra pastinya akan kembali ke rumah sakit dan menemani Hyra. Jadi, mereka menggunakan mobil dari dokter Yuri.
Selama perjalanan, sang ayah merasa gelisah. Entah apa yang terjadi pada hatinya. Dia begitu tidak bisa tenang. Jantungnya berdebar-debar ingin segera bertemu dengan orang yang ingin meneylamatkan putrinya itu. Ia sangat penasaran apa alasan orang itu mau mendonorkan jantungnya. Padahal, ia adalah orang yang sehat ,tidak mempunyai suatu penyakit apapun. Tapi kenapa ia ingin pergi dari dunia ini? Bukankan dengan mendonorkan jantungnya ia akan meninggal? Apa ia sudah bosan hidup? Apakah ia punya masalah yang sangat berat? Sang ayah sangatlah penasaran akan hak itu. Ia ingin segera bertanya kepada oang itu.

Tak lama kemudian, mereka sudah sampai di taman kota. Dokter Yuri memakirkan mobilnya di tempat yang teduh. Setelah itu, mereka berdua turun dari mobil dan menemui orang itu. 

"Kita kan menemuinya di mana, Dokter?" tanya sang ayah.

"Katanya kita hanya perlu menunggu di bangku di bawah pohon itu. Ia yang akan menemui kita," ucap sang dokter sambil menunjuk pohon yang berada di sudut taman.

Setelah itu, mereka berdua duduk di bangku taman itu dan menunggu orang itu. Tak lama kemudian ada seorang pemuda yang menghampiri mereka berdua.

"Selamat pagi, Dokter. Maaf saya terlambat," ucap pemuda itu.

~

Operasi Hyra dilakukan dua hari setelah pertemua ayah Hyra dengan orang itu. Operasi itu dilakukan di pagi hari tepat pada saat ulang tahun Hyra.

"Ayah, kenapa tidak memberi tahuku lebih awal kalau aku akan dioperasi?" tanya Hyra dengan wajah cemberut.

"Ini kejutan, Sayang. Ini kejutan hari ulang tahunmu," ucap sang ayah sambil mencubit hidung Hyra.

"Ayah! Jangan dicubit," rengek Hyra. Dan sang ayah hanya menanggapinya dengan kekehan.

"Ayah, jika aku tidak bangun lagi bagaimana?" tanya Hyra.

"Jangan berpikiran seperti itu. Kamu pasti akan bangun lagi. Kalau tidak bangun-bangun, ayah akan mengguyurmu dengan air," jawab sang ayah sambil bercanda untuk menghilangkan rasa takut pada Hyra.

"Ayah bisa saja," respon Hyra sambil tersenyum.

Tak lama setelah itu, mereka sampai di depan ruang operasi. Mereka tak mengucapkan sepatah katapun. Akan tetapi mereka mengisyaratkan apa yang ingin mereka sampaikan melalui tatapan mata. Lalu, Hyra masuk ke dalam ruang operasi itu.

Operasi itu berjalan sangat lama. Ayah Hyra sangat cemas dengan proses operasi putrinya. Ia terus-menerus berdoa agar Hyra bisa selamat. Setelah menunggu selama beberapa jam, Dokter Yuri pun keluar dari ruang operasi.

"Bagaimana, Dokter?" tanya sang ayah cemas.

"Operasinya berjalan dengan lancar. Kita hanya perlu menunggu Hyra sadar dari pengaruh obat biusnya. Baru setelah itu kita bisa memastikan bagaimana keadaannya. Jika dia tidak bangun paling lama sepuluh jam dari sekarang, tolong segera beritahu saya," ucap sang dokter.

"Baiklah, Dokter. Saya mengerti," ucap sang ayah.

Setelah itu, Hyra dipindahkan ke ruang rawat. Sang ayah terus terjaga di samping Hyra sambil terus berdoa agar Hyra cepat sadar. Akan tetapi, setelah sembilan jam, Hyra tetap belum bangun juga. Sang ayah menjadi sangat khawatir. Berbagai pikiran buruk singgah di pikirannya. Bagaimana jika Hyra tidak bangun? Di saat dia sedang melamun, dia merasakan ada pergerakan pada tangan Hyra yang sedang digenggamnya.

"Ayah?" ucap Hyra dengan lemah.

"Hyra?! Syukurlah kamu selamat, Nak," ucap sang ayah sambil menangis.

Setelah itu, ayah Hyra memanggil dokter Yuri untuk memeriksa bagaimana keadaan Hyra. Setelah melakukan beberapa pemeriksaan, dokter Yuri menyatakan bahwa Hyra baik-baik saja.

"Syukurlah, Nak. Kamu bisa menjalani kehidupanmu lagi," ucap sang ayah.

"Iya, terimakasih Ayah. Aku sangat bahagia," ucap Hyra sambil memeluk ayahnya dan menangis.

Komentar

Postingan Populer