Tak Lagi Sama

Cerita ini terinspirasi dari lagu Can't You See Me - TOMORROW X TOGETHER

Awalnya mau buat cerita yang sama kayak MV nya, tapi ternyata alurnya jadi melenceng jauh setelah nulis satu paragraf .... Huh, cerita ini tidak sesuai ekspektasiku 😐

Jadi, saya sarankan untuk menonton MV nya saja karena akan lebih mengena di hati dari pada baca cerita ini.

Oke, sampai itu saja, silakan menikmati bagi yang membaca.

>_<




Tak Lagi Sama

Malam itu sama dengan malam akhir pekan yang lain. Duduk di ruang tengah sambil berdenda gurau dengan sahabatnya. Saling bercerita, melempar candaan, makan cemilan, bermain permainan konyol, tak lupa dengan menonton film horror.

Tentu dalam lingkarang persahabatan ada berbagai sifat alamiah yang muncul. Saling menjahili, mengasihi, berbagi cerita bahkan rahasia, janji, dan segala tentang diri yang mungkin hanya dengan sahabat dapat merasa aman dari pada menceritakannya dengan orang tua.

Terkadang, terlalu tenggelam dalam euforia yang dibuat sendiri yang mana dapat menutup mata dari kemungkinan terburuk dari sebuah hubungan persahabatan. Ya, mata tertutup oleh euforia itu. Buta kata orang, tapi bahagia kata kita.

Tak perlu alasan sebenarnya untuk mengelak. Terkadang, pemikiran akan kemungkinan kecil yang mana terburuk itu berputar di kepala. Mencari celah untuk dapat diutarakan yang akhirnya akan berakhir tak ada suara. Bungkam. Karena apa? Takut akan realita yang menanti. Takut akan benar-benar terjadi yang nantinya berakhir menyakiti diri sendiri.

Namun, kali ini rasa abai lebih mendominasi. Tak ingin kehilangan apa yang selama ini menjadi sandaran juga kekuatan. Melupakan pemikiran yang akhir-akhir ini menggerogoti akal. Memaksanya untuk mencari sebuah kebenaran. Tapi kembali lagi pada perasaan tak ingin kehilangan dan terlalu takut. Memilih abai dan kembali melarutkan diri dari euforia yang memabukkan.

"Sarah, sendirian lagi di rumah?"

Selalu dengan pertanyaan yang sama setiap kali berkunjung ke rumah sang sahabat. Antara kasihan juga tak enak hati. Dirinya lebih beruntung dari pada sang sahabat. Orang tuanya selalu ada saat dia membutuhkannya, tapi tidak dengan Sarah. Dia harus bersabar atau yang paling parah menelepon sambil menangis agar satu-satunya orang tua yang ia miliki meninggalkan pekerjaannya yang menumpuk.

"Iya, kan udah biasa kalau akhir pekan selalu sendiri. Kenapa terus tanya sih?"

"Oh, gak papa sih. Cuma mau mastiin aja."

Obrolan keduanya mengalir dengan sendirnya sampai - sampai tak sadar jika ada seorang wanita paruh baya yang membuka pintu dengan raut wajah kelelahan. Keduanya terlalu tenggelam dalam euforia mereka sendiri.

"Loh, ada Dinda ya? Mau nginep?"

"Oh, enggak tante, nggak diboleh nginep lagi sama Bunda. Takut ngerepotin katanya."

Nyatanya, jawaban itu membuat satu hati merasakan kecewa yang teramat sangat. Semua rencana yang sudah apik tertata di kepala hancur tak berbentuk. Sama halnya dengan keadaan hati yang merasa terkhianati.

Senyum terpatri apik di wajah. Menyambut sang mama yang baru pulang dari tempat kerjanya. Memeluk sambil mengucapkan selamat datang dengan lembut. Mengucapkan syukur karena mamanya dapat pulang dengan selamat.

"Mama udah makan? Di dapur masih ada ikan bakar. Tadi Sarah sama Dinda delivery."

"Mama udah makan, Sayang. Disimpan buat besok aja."

Sepeninggal mama Sarah, mereka melanjutkan untuk menonton film horror. Ini sudah menjadi agenda wajib bagi mereka. Menambah keberanian katanya. Memang, alasan yang konyol, karena setiap hantu muncul, mereka akan tetap berteriak sambil menyembunyikan wajah ke bantal sofa.

Tak terasa saat ini sudah pukul sembilan malam. Yang berarti Dinda harus pulang karena memang jam bermain di rumah Sarah yang sudah dibatasi oleh bundanya sudah berakhir.

Meski terselip sedikit rasa tak enak pada Sarah, Dinda memberanikan diri untuk pamit pulang. Dapat dilihat olehnya raut wajah Sarah menjadi suram. Dia pasti sedih karena Dinda tidak memberitahunya kalau kali ini dan seterusnya tidak bisa menginap lagi di rumah Sarah.

Setelah Dinda pulang ke rumah, Sarah mencoba untuk menenangkan dirinya dengan tidur. Memang hanya dengan cara itu dirinya bisa kembali baik-baik saja keesokan harinya saat bangun di pagi hari.

Kantuk mulai melanda, Sarah pun terlelap dengan cepat. Di saat itu, mamanya masuk ke kamar Sarah dan mengelus surai putrinya dengan lembut. Tak lupa kecupan tidur diberikan dengan harapan Sarah tidak akan bermimpi buruk.

Tak ada sepatah kata yang terucap di malam itu. Mama Sarah hanya memandang putrinya yang sudah remaja sambil memikirkan jika waktu sudah berlalu sangat cepat.

Terakhir, mama Sarah tersenyum sambil berujar lirih, "Hanya dirimu yang kamu punya. Jangan sampai kehilangan satu-satunya yang kamu punya, Sayang."

°•°
Seminggu sudah berlalu. Kedua sahabat itu bertemu dengan akhir pekan lagi. Seperti biasa, Dinda akan bermain ke rumah Sarah sampai pukul sembilan malam. Selebihnya dia akan pulang dan tidur di kamarnya.

Sebenarnya Sarah pernah menanyakan tentang Dinda yang tak lagi bisa menginap di rumahnya. Walaupun dia sudah tahu jika alasan Dinda adalah tidak diizinkan oleh sang bunda karena takut merepotkan, tapi alasan itu terasa tak masuk akal bagi Sarah. Bagaimana bisa bunda Sarah merubah pemikirannya tentang acara menginap yang bahkan sudah berlangsung sejak mereka berdua duduk di sekolah dasar.

Seperti yang sudah-sudah, mereka akan menghabiskan waktu di ruang tengah, tempat di mana televisi dan rak buku kecil berada. Film horror selalu menjadi latar yang tak pernah membosankan untuk dinikmati di malam Minggu.

"Bagaimana jika hantu itu benar-benar ada?" tanya Sarah yang sedang memeluk selimut tebal yang dipakai mereka berdua.

"Hantu itu hanya ada di dalam film. Jangan terlalu memikirkannya, Sarah."

"Tapi ada yang lebih mengerikan dari pada hantu. Dia juga bisa membuatmu ketakutan, jantung berdebar tak karuan, dan ingin menghindar darinya sejauh mungkin. Dan efeknya lebih parah dari pada bertemu dengan hantu," tambah Dinda setelah mematikan layar televisi yang tadi menampilkan film horror.

"Memangnya ada? Apa itu?"

"Manusia."

Mereka berdua terdiam sesaat sampai Sarah memecah keheningan.

"Apa maksudmu, Dinda?" tanya Sarah dengan suara yang lirih, hampir menyerupai bisikan yang tak terdengar, tapi Dinda masih bisa mendengarnya.

"Sudah jam sembilan. Aku pulang dulu, Sarah. Sampai jumpa satu minggu lagi!"

Malam itu Dinda meninggalkan rasa takut pada hati Sarah. Pemikiran yang selama ini ditekannya berhasil keluar dan memberikan ilustrasi maya di kepalanya. Skenario-skenario yang menjadi kemungkinan terburuk terlintas di kepalanya hingga membuatnya meneteskan air mata.

Sarah, dia tidak ingin kehilangan semuanya. Dia tidak ingi kehilangan euforianya. Dia tak ingin kegembiraan dan kenyamanannya pergi secepat ini. Tidak secepat ini.

Sang mama yang tidak akan pulang malam ini menambah buruk keadaan Sarah. Dia butuh mamanya untuk memeluk dan mengelus punggungnya agar tenang. Dia butuh seseorang untuk mengembalikan akal sehatnya. Ia tak ingin pemikiran bodoh yang semakin menunjukkan eksistensinya itu menguasai dirinya. Tidak untuk saat ini!

°•°
Pekan selanjutnya Dinda tak datang ke rumah Sarah. Juga pekan-pekan yang lain. Mereka hanya akan bertemu saat di sekolah. Itu pun jika kebetulan keduanya berpapasan di koridor atau pun di kantin, karena memang mereka berada di kelas yang berbeda.

Sebenarnya tak ada masalah yang serius di antara mereka. Setelah malam itu, hubungan mereka renggang begitu saja. Sangat canggung jika harus berbicara empat mata. Bahkan saling mengirim pesan pun tidak dilakukan keduanya. Mereka sadar ada yang berubah dari cara mereka berinteraksi. Sungguh, itu semua membuat keduanya seperti hanya mengenal nama satu sama lain.

Namun, pada hari Jumat malam itu, Dinda mengirim sebuah pesan kepada Sarah

Sarah, besok aku nginep di rumahmu

Hanya pesan singkat yang memberitahu bahwa Dinda akan menginap kembali di rumah Sarah setelah sekian lama.

Pesan itu membawa dampan yang begitu baik bagi Sarah. Dia tersenyum, bahkan sampai di alam mimpi pun dia tetap tersenyum. Memang, begitu bahagianya dia mengetahui hubungan keduanya akan segera membaik. Dia bersyukur untuk itu.

°•°
Seperti yang sudah direncanakan, Dinda saat ini sudah berada di depan rumah Sarah. Ia mengembuskan napas berlahan sebelum memasuki rumah. Tak perlu mengetuk pintu, dia akan langsung masuk seperti yang sudah sering dia lakukan. Ah, dia datang lebih cepat dari biasanya. Biasanya dia akan datang setelah matahari tenggelam, tapi sekarang dia sudah ada di rumah Sarah tepat pada pukul tiga sore. Sungguh awal, bukan?

Saat memasuki rumah, Dinda tidak menemukan Sarah di ruang tengah. Alhasil, dia naik ke lantai atas menuju kamar Sarah.

Di sana, Dinda menemukan Sarah sedang berbaring di tempat tidurnya sambil menatap langit-langit kamar. Dengan langkah pasti, dia menghampiri Sarah dan berdiri di samping tempat tidurnya.

"Sarah."

Sarah yang mendengar seseorang telah memanggilnya menolehkan kepala dan mendapati Dinda ada di sampingnya. Dia kemudian menyunggingkan senyum dan turun dari tempat tidur. Akan tetapi, hal itu terhenti lantaran Dinda mengusulkan agar mereka menghabiskan waktu di kamar saja walaupun saat ini masih sore hari.

Alhasil mereka berakhir duduk di atas tempat tidur milik Sarah sembari mengobrol ringan. Walaupun awalnya terasa kaku dan canggung, tapi akhirnya mereka bisa mengatasinya dan kembali seperti semula hingga Sarah bertanya dengan sikap Dinda akhir-akhir ini. Hal itu menyebabkan Dinda terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan Sarah.

"Ah, tidak jadi. Jangan dijawab. Itu tidak penting lagi, hahaha," ucap Sarah menghentikan Dinda yang sudah ingin mengeluarkan suaranya.

Bukan tanpa alasan Sarah menyela ucapan Dinda. Dia sangat takut. Takut memdengar apa yang akan Dinda katakan. Dia tidak bodoh, dia orang yang cukup peka terhadap suasana hati seseorang. Jangan lupakan bahwa mereka sudah bersahabat sejak lama. Bukan tak mungkin bahwa Sarah dapat merasakan ada yang berbeda dengan sikap Dinda akhir-akhir ini. Ah, bukan lagi akhir-akhir ini, tapi semua itu sudah Sarah rasakan dua bulan terakhir. Sarah ingin menutup mata. Dia tak ingin mendengar kenyataan yang mana bisa saja sesuai dengan apa yang dia bayangkan selama ini. Dia tidak akan sanggup.

"Diam dulu, Sarah. Aku mau bicara."

Sarah seketika tak berani untuk bicara lagi. Ia yang terlalu takut mendengar jawaban dari Dinda tak berani menatap sahabatnya itu sehingga dia menunduk sambil meremat selimut yang dipakainya.

Melihat Sarah yang diam, akhirnya Dinda mulai menjelaskan segalanya dari awal.

"Sarah, aku tahu kalau aku sahabatmu. Aku tahu itu. Tapi tak seharusnya kamu mencampuri urusan pribadiku. Segala sesuatu yang menyangkut diriku, haruslah sesuai dengan persetujuanku. Jangan mengambil keputusan sepihak meskipun kamu adalah sahabatku, Sarah."

Tubuh Sarah menegang mendengar ucapan Dinda. Jantungnya berdegub dengan cepat. Rasa khawatir menyeruak di dadanya. Dia teringat kejadian di awal tahun saat itu.

"Aku tahu niatmu baik, tapi itu menyakitiku, Sarah."

"Maaf ...."

"Semuanya sudah terjadi. Permintaan maafmu tak akan mengubah apa pun, Sarah."

Sarah menangis. Dia tak sanggup lagi menahan air mata dan rasa sesak yang sedari tadi menghantamnya. Dia tak sanggup mendengar ucapan kecewa yang sangat kentara dari Dinda.

"Jangan menangis. Itu tak akan membantu. Aku di sini hanya ingin mengatakan itu dan pamit kepadamu."

Seketika Sarah mengangkat kepalanya yang tertunduk setelah mendengar kata pamit dari mulut Dinda.

"Apa maksudmu dengan pamit?"

"Aku dan Bunda akan pindah ke kampung halaman Bunda. Besok aku akan berangkat."

"Haruskah kamu pindah? Separah itukah kesalahanku?"

"Aku memang harus pindah, demi Bunda. Maaf, aku nggak bisa menepati janji kita."

Setelah itu tak ada yang bicara. Kedua remaja itu larut dalam lamunannya masing-masing sampai akhirnya Dinda mengangkat suaranya.

"Ayo, kita lakuin kebiasaan kita untuk yang terakhir kali."

"Iya."

Setelah itu, mereka berdua benar-benar melakukan kebiasaan mereka di akhir pekan. Tak ada yang terlewat satu kegiatan pun. Bahkan, mereka juga tertawa lepas seperti tak ada masalah di antara mereka.

Saat sudah pukul sepuluh malam, mereka pergi tidur di kamar Sarah. Sebelum mereka dikuasai rasa kantuk, Dinda membuka suaranya.

"Sarah, kamu tau nggak? Aku benci sama kamu. Tapi aku juga nggak bisa jauh dari kamu."

Sarah hanya bergumam sebagai tanggapan sampai akhirnya mereka berdua terlelap. Tak lama setelah itu, mama Sarah datang dan menatap kedua remaja itu dengan haru.

"Tidur yang nyenyak ya kalian. Waktu pasti akan menyembuhkan luka kalian."

°•°
Saat ini Sarah dan mamanya sudah ada di depan rumah Dinda. Mereka ingin memberikan salam perpisahan kepada Dinda dan bundanya. Semua barang sudah diangkut terlebih dahulu. Saat ini tinggal Dinda dan bundanya yang belum berangkat.

"Sampai jumpa, Sarah. Sampai di sini saja pertemanan kita. Secepatnya cari teman baru yang pengertian, ya!"

"Sampai jumpa juga, Dinda. Ternyata hanya sampai sini pertemanan kita. Iya, aku akan mencari teman baru yang pengertian."

Setelah Dinda dan bundanya pergi, kini tinggal Sarah dan mamanya yang masih terdiam di depan rumah Dinda.

Sarah tiba-tiba menggenggam erat tangan mamanya sambil melangkah pulang ke rumah. Di perjalanan, Sarah hanya diam dan berjalan dengan menunduk. Hal itu tak luput dari perhatian mamanya.

"Sarah kenapa?"

"Sarah jahat, ya?"

"Sarah nggak jahat. Cuma sedikit pemaksa. Jangan dipikirkan. Keadaan memang tidak mendukung. Jadi, jangan sedih. Sarah nggak jahat kok."

Mendengar ucapan mamanya, hati Sarah menjadi lebih baik. Dia tersenyum. Manis, manis sekali.

"Terima kasih, Ma."






Selesai


οΌ―(≧▽≦)οΌ―

Can't You See Me? - TOMORROW X TOGETHER

I'm yours you were mine
Secrets of the world
That eternal promise
Was like magic

Our Scintilla bloomed underneath the starlight
Now see them burn in fire
Turned into ruins, our memories into ashes

Together together
We forever forever, you know
Our promised something something
You turn your back when the fire is burning

Crumbled sand castle, who's a liar?
Dancing fire at the end of the world
Can't you hear it? My voice searching for you
Once again I'm left alone
"Save me"

Can't you see me?
Like on that magical day, say "Believe me"
My heart incinerated, come and feel me feel me
Oh can't you see me?
My friends don't understand me, no

Can't you see me?
Friends don't understand me understand me anymore
Friends don't understand me anymore more

Can't you see me?
Friends don't understand me understand me anymore
Friends don't understand me anymore more

With resentment, my heart is heavy
Cuz you don't understand me
To make my resentment stop, please
Take my hand, once again

Together together
We forever forever, you know
Gone in a dream something something
Abandoned island, that forgotten melody

Crumbled sand castle, who's a liar?
Dancing fire at the end of the world
Can't you hear it? My voice searching for you
Once again I'm left alone
"Save me"

Can't you see me?
Like on that magical day, say "Believe me"
My heart incinerated, come and feel me feel me
Oh can't you see me?
My friends don't understand me, no

Can't you see me?
Friends don't understand me understand me anymore
Friends don't understand me anymore more

Can't you see me?
Friends don't understand me understand me anymore
Friends don't understand me anymore more

Bad bad hope it's just a painful dream
Sad sad return me to your side again

Can't you see me?
Like on that magical day, say "Believe me"
My heart incinerated, come and feel me feel me
Oh can't you see me?
My friends don't understand me, no

Can't you see me?
Friends don't understand me understand me anymore
Friends don't understand me anymore more

Can't you see me?
Friends don't understand me understand me anymore
Friends don't understand me anymore more

[lirik aku ambil dari subtitle bahasa inggris di MV nya ^.^]





Κ••ο»Œ•Κ”
Konfliknya klasik ya, hehehe ... Gpp, aku gpp .... :")

Maaf banget, ceritanya nggak jelas T_T
Konfliknya berantakan, alurnya juga nggak jelas. Kayak nggak bisa disimpulin ini kenapa para tokohnya bisa kayak gitu ....

Kenapa jadi beda sama rencana awal yang mau buat alurnya sama kayak MVnya ...
Di MV kan seneng-seneng bareng sahabat terus berubah sedih karena ada sesuatu, aku maunya ceritanya gitu ... terus kenapa aku bisa nulis kayak gini?
Huaaaaa .... ●︿●

Kenapa ini jadi nggak nyambung sama lagunya? Kok ceritanya nggak nyambung sama lagunya? Nggak nyambung sama lagunya ... huaaaaaaaa ....!
Ini beda jauh dari lagunya 😭😭😭

Huhuhu ... maaf ya ....

Maaf juga tentang penulisannya yang berantakan dan tidak sesuai dengan kaidah yang benar

Maaf jika ada kesalahan dalam informasi terhadap lagunya (lirik, dsb), ya ... jika ada kesalahan, bisa tolong beritahu saya?

Terakhir, terima kasih sudah membaca.

(οΎ‰*>∀<)οΎ‰♡

Komentar

  1. Asli gantung sii? Tapi Iki inti konflik e piye? Rodo ga nyambung aku😒. Iki konflik e opo sii kok Dinda nesu kmbek Sarah?


    But, cerita e apikk. Soko awal baca ws hanyut, trus tak skroll tambh hanyut. Pokok the best lahhh, lnjutkan...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkwkwk ... sudah kubilang kan kalau cerita ini konfliknya nggak jelas πŸ˜†πŸ˜†. Endingnya juga nggantung πŸ˜†. Sebenarnya waktu nulis ini aku bingung konfliknya mau apa, ya karena aku bingung, jadilah seperti itu, hehehe ... maaf ya ....

      Makasih ya udah mau baca 😊. Wah, aku seneng lho dibilang menghanyutkan. Makasih baaaanyaaakkkkk ..... πŸ’™πŸ’™

      Hapus
  2. Hati saya tidak menerima kenyataan yang ada dalam kisah ini. Sukses membuat saya merasakan sesuatu yang saya sendiri tidak mengerti harus disebut apa.

    Semangat terus berkarya!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer